Thursday 26 September 2024

UAN PALING HORROR

Lagi rame soal efek penghapusan UAN, yang mana lulusan SMA tahun 2020 dst jadi "kurang qualified" untuk diterima di Universitas Uni Belanda karena ketiadaan SKHUN. Pembahasan UAN dan kurikulum pendidikan kita ini kompleks sih dan harus dibahas secara holistik, halaaahhhh... Kapan-kapan deh ya gue bahas, butuh banyak energi untuk membahas betapa "amazing"nya pendidikan kita, boro-boro mau ngomongin implikasi penghapusan UAN untuk lulusan yang ingin melanjutkan study overseas, liat dah kek mana wajah pendidikan kita di daerah 3T, Tertinggal, Terdepan, Terluar, nangis banget😭

Yang mau gue bahas kali ini adalah pengalaman gue menjalani UAN saat SMA. Dan UAN Matematika adalah UAN SMA terhoror buat gue. Kayak gimana tuh horrornya?

Sedikit flashback, kepada teman-teman gue saat kelas 3 SMA, yang dengan segala drama dan stereotype di kelas, dibilang yang pinter maunya main sama yang pinter aja. Hmmm... ga gitu ya Leon Winston, aing main sama siapa aja, tidak membeda-bedakan, buktinya gue bela-belain bikin belajar kelompok demi berbagi pengetahuan sama kalian semua tanpa terkecuali. Gue sampe bela-belain minta papan tulis gede ke bokap biar proper aja gitu saat belajar kelompok di rumah, ya meski pada akhirnya yang ikut belajar kelompok ya yang mau-mau aja😞 (You know what I mean, right?)

Masuk ke part Horror...

.
.
.
.
.
.
.
.

Suatu hari sebelum UN dilaksanakan, tiada angin tiada hujan... terucaplah permintaan dari beberapa teman-teman sekelas gue agar gue menjadi verifikator kunci jawaban UAN. Sumpah kayak? Hah??? Apaan neehhh??? 

Kalo dipikir-pikir, saat itu bener-bener gila sih, kalian minta gue jadi orang yang memverifikasi kunci jawaban yang kalian dapat itu reliable atau engga. Udah mana kalian minta gue untuk cek kunci jawaban lebih dari 1 mata pelajaran. For real? Saat itu gue speechless, menjadi murid dengan label pintar, otak encer, ambis rangking 1, whatever it is, kadang bak pisau bermata dua.

Kalo gue ga bantu, gue dibilang pelit, ga solid blablabla. Anjirrr, kalian ga tau beban mentalnya kek mana, kek mana gue harus ngumpetin kunci jawaban masuk ke ruangan, berkejaran dengan waktu ngerjain soal dan ensure jawabannya match atau engga dengan kunci jawaban dan beban moral gue kalo at the end semua pilihan di kunci jawaban itu ternyata salah, dan nilai kalian di mata pelajaran tersebut dibawah nilai minimal. Belum lagi resiko kalo gue tertangkap basah, emang lu pada bisa melindungi gue???

Atas nama SOLIDARITAS meskipun sebenernya gue merasa tertindas, akhirnya gue mengiyakan untuk jadi verifikator kunci jawaban, tapi gue hanya bersedia untuk cek kunci jawaban Matematika. Satu mata pelajaran aja udah beban, kek mana gue juga diminta cek kunci jawaban mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dll.

Tahun 2009 tuh Peserta UAN dinyatakan lulus jika memenuhi standar nilai rata-rata minimal 5,50 untuk semua mata pelajaran yang diujikan, dengan nilai minimal 4,00 untuk paling banyak dua mata pelajaran dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran lainnya. 

Akhirnya gue bikin perjanjian, semisal dari keseluruhan 40 soal, jawaban gue dan kunci jawaban match minimal 25 nomor, berarti kunci jawaban itu valid bisa dipake, karena at least dengan 25 nomor dengan jawaban yang benar, mereka udah bisa melewati nilai minimal 4.25. Kalo kurang dari itu, gue memutuskan untuk kunci jawaban, tidak valid. Gue akan kasih kode yang berbeda jika kunci jawaban tersebut valid atau tidak. Dan gue mengultimatum jangan cuma ngandelin atau nungguin gue ngasih kode, gue minta mereka kerjain dulu semua soal sebisa mereka, kan ga lucu kalo ada dari mereka yang bener-bener cuma nungguin gue ngasih kode alias ga ngerjain soal sama sekali, turns out itu kunci jawaban ga valid. Kek mana kauuu ngisi lembar jawaban dengan waktu yang tersisa, ABCDE dengan ngitung kancing?

Hari H tiba, sebelum ke sekolah, kita kumpul dulu di rumah salah satu temen yang lokasinya dekat dengan sekolah, terdistribusi-lah itu kunci jawaban (beserta dengan dosa-dosa dibaliknya hufff). Sebelum masuk ruangan, gue umpetin itu kunci jawaban didalam sapu tangan, dan dihari itu guru pengawasnya killer banget coyyy astaghfirullah. Udah mana ada tragedi penemuan sebaran garam dibawah taplak meja guru, entah siapa dari temen seruangan gue yang ngide untuk naburin garam di meja guru, buat apeee Michael Connor??? Biar itu guru jadi ngantuk gitu??? Hadeh, yang ada itu guru pengawas tambah galak dan makin ketat ngawasnya hadeh...

Setelah 1 jam, dengan 3x bolak balik ngecek jawaban yang match, gue menginfokan bahwa kunci jawaban Matematika tersebut valid. Kek mana lu ngasih kode ke temen-temen lu kalo kunci jawaban itu valid? Pokoknya ya begitu dah. Cukup Allah, hamba, dan temen-temen seruangan hamba yang tau. Apa yang lu dapet dengan bantu temen-temen lu itu? Gue dapet STK, Sekian dan Terima Kasih, ya ga ngarep apa-apa juga sih, yang penting kita aman, selamat, dan lulus.

Sampai ujian selesai, Alhamdulillah semua aman terkendali. Begitu keluar ruangan, gue menghela nafas panjang, dan gue robek-robek itu kunci jawaban dijalan pulang. Sometimes, dulu itu gue bertanya-tanya, darimana mereka dapat kunci jawaban, berapa uang yang mereka keluarin untuk dapetin kunci jawaban tersebut, terus siapa yang membuka amplop soal, siapa yang ngerjain soal-soalnya dan nyusun kunci jawabannya, terstruktur kah pembobolan soal-soal tersebut, atau oknumnya ya orang dalam juga?

Kalo ada dari staf Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membaca blog ini. Ya begitulah realita yang terjadi saat UAN. Horror!